Launching Tafsir Midadurrahman dan Book Fair
27 Feb. 16. TMII dan GBK (Book Fair) part 2
ditulis pada pukul 21:23
Hari ini, Sabtu tanggal 27 Feb. 16 saya dan
kawan-kawan berkesempatan menghadiri sebuah acara besar yang jarang anak remaja
seperti kami menyukainya. Benar saja, saat kami tiba dilokasi, yang datang baru
dan hanyalah segelintir orang dan itu bapak-bapak yang dalam hal ini sudah
selayaknya mereka memiliki seorang cucu. Bukan berarti sangat tua. Acara yang
kami hadiri itu adalah sebuah Grand Launching Tafsir Midadurrahman 115 vol
Karya Asy-Syaikh KH. Shohibul Faroji Azmatkhan, MA yang sekaligus penerimaan
beberapa penghargaan sebagai Mufassir Terpanjang yang diantaranya adalah dari
MURI (Musium Rekor Dunia Indonesia), MURTI (Musium Rekor Terhebat Indonesia)
serta MRNU (Musium Rekor Nahdlatul Ulama). Untuk MRNU akan dilaksanakan di
Surabaya. Meski tidak begitu banyak yang hadir, namun acara tersebut tetap
berjalan dengan hikmat dan kami bangga menjadi salah satu bagian penting suatu
sejarah yakni dapat menyaksikan secara langsung pemaparan dari Mufassir
mengenai karyanya.
Kami bertolak dari asrama pondok labu sekitar
jam 07.33, dari rencana awal yakni jam 06.00. Tapi tak mengapa, bahkan satu
teman kami berkata: “ah di jadwal jam 08.00 mulai, bisa saja ngaret sampai
jam 09.00 atau bahkan jam 10.00 baru mulai” kami hanya senyum dan ternyata
perkataan ia tepat. Acara mundur hingga hampir pukul 10.00. Sehingga kami yang
datang telat berganti menunggu acara karena acara dari jadwal yang ditentukan
mengalami kesalahan-kesalahan teknis yang menyebabkan diundurnya acara
tersebut. Sebenarnya pengunduran jam acara di Indonesia ini sudah mencapai
titik yang sangat mengkhawatirkan, menurut saya. Bagaimana tidak? Seseorang
banyak membuang waktu produktif hanya untuk menunggu suatu acara yang terkadang
tidak ada kepastian yang jelas kapan sebuah acara itu akan dimulai. Dan
biasanya ketika seseorang dalam keadaan menunggu, ia hanya diam tanpa banyak
melakukan sesuatu yang berarti. Saya pernah mendengar suatu perkataan bahwa, “ketidakdisiplinanmu
atau keterlambatanmu itu membunuh masa depan orang-orang yang telah berusaha
datang tepat waktu dalam sebuah acara atau pertemuan.”. balajar dari
pernyataan tersebut saya menjadi malu sendiri karena terkadang saya pun meremehkan
waktu yang dengan sadar bahwa waktu takkan pernah kembali, barang sedetikpun.
Pabila saya telat atau terlambat, berarti saya telah membunuh sedikit masa
depan orang yang telah datang tepat waktu. Betapa jahatnya saya jika berpikir
secara sadar seperti itu. Jika datang telat, rasanya sungguh malu.
Acara dibuka dengan beberapa sambutan dari
tokoh-tokoh penting yang datang saat itu, salah satunya adalah KH. Rhoma Irama
yang dikenal dengan raja dangdut. Tidak seperti yang saya bayangkan selama ini,
ternyata secara fisik Bang haji tidak begitu tinggi dan besar. Ia seukuran
orang-orang Indonesia pada umumnya. Sayang sekali, saya dan kawan-kawan tidak
sempat berfoto dengan beliau karena beliau lebih dulu pulang sebelum acara itu
selesai. Di launching tersebut bang Haji tampil sebagai Ketua FAHMI TAMAMI
bukan sebagai pengisi acara dengan mempersembahkan lagu. Setelah
sambutan-sambutan selesai, kini giliran Asy-Syaikh KH. Shohibul Faroji
Azmatkhan, MA selaku penulis tafsir yang akan launching, memberikan sedikit
pemaparannya mengenai tafsirnya tersebut. Latar belakang beliau Pesantren. Dan
ia mulai membuat tafsir Madidurrahman ini sejak ia masih kecil dan itu
dibimbing oleh kakeknya yang bernama Bahruddin. Ia juga lulusan Paramadina.
Tidak ada satupun kitab suci di dunia yang terjaga keorisinilannya kecuali
Al-Qur’an. Allah menjaganya lewat Hafidz dan Hafidzah. Karena memang al-Quran
jualah yang menjadi satu-satunya kitab suci di dunia yang dapat dihafalkan oleh
manusia.
Berawal dari kebiasaan Syaikh yang sering tidur
ba’da shalat subuh, ia akhirnya mendapatkan hukuman dari gurunya dan waktu itu
ia kelas 2 SMP. Hukuman itu berupa perintah yang memerintahkan Syaikh ini untuk
curhat dengan tema Inspirasi Al-Quran. Akhirnya tiap hari ia melakukan itu
untuk mematuhi sebuah hukuman yang memang layak ia terima pada waktu itu.
Awalnya memang terpaksa, kemudian lama-kelamaan menjadi sebuah keseriusan. Ia
juga pernah memilki karya tafsir yang diberi judul Tafsir Ma’rifatulah yang
oleh karenanya, ia diberi hadiah pergi ke tanah suci untuk berhaji.
Subhanallah. Jika dihitung dari awal mula ia menafsirkan, maka 22 tahun waktu
yang dibutuhkan untuk menulis Tafsir Midadurrahman ini. Mengapa diberi nama
Midadurrahman? Kan nama lain banyak yang lebih bagus. Midad berasal dari bahasa
Arab yang artinya tinta, dan Rahman adalah maha kasih atau sang maha cinta.
Maka, Midadurrahman berarti Tinta Allah Sang Maha Cinta. Setiap jilid menerangkan
atau menjelaskan 1 surat Al-Quran dan jilid yang ke lima belas adalah rangkuman
tafsirannya dari juz 1-30. Menurutnya, orang Indonesia baru bisa disebut
Mufassir jika ia sudah benar-benar mampu menafsirkan Al-Quran secara utuh,
yakni 30 juz. Panjang, padat dan memberikan informasi. Itulah model tafsir yang
ia gunakan. Ia tidak menafikkan tafsir-tafsir lain yang lebih dulu dikenal,
namun tafsir ia dikatakan lain adalah karena ia mengangkat gejala-gejala akhir
zaman. Dalam zaman yang mendekati akhir hanya ada dua golongan yakni mukmin
atau kafir. Tidak ada istilah sunni-syiah dan sebagainya. Oleh karena itu,
tafsir tersebut disebut juga dengan tafsir akhir zaman. Setelah selesai acara
tersebut, kami semua dipaksa untuk makan siang oleh Syaikh. Kami pun ikut
mengantri. Kaget. Iya kaget karena makanan yang disediakan begitu mewah dan
berlimpah. Kami yang tak biasa menyantap makanan semewah itu menjadi bingung
sendiri mau milih yang mana. Akhirnya kami icip semuanya. Hehe.. selesai makan,
kami kembali meminta waktu kepada Syaikh untuk dilakukannya wawancara. Dan
semua teman-teman mengikuti dan akhirnya terkesan seperti wawancara resmi.
Setelah semua terjawab, kami melanjutkan ada yang berkeliling TMII dan saya,
Alwi beserta Saudi melanjutkan perjalanan ke GBK (Gelora Bung Karno) untuk
melihat-lihat keramaian book fair dan tentu saja berburu buku.
Kami tiba di GBK hampir pukul 3 sore. Setelah
berkelililng dan mencari-cari, akhirnya saya dapat membawa pulang 4 buah buku.
Lumayanlah, walau tak begitu banyak, tapi saya cukup puas. Saudi hanya membeli
satu novel saja. Sedangkan Alwi berhasil menggondol 8 buku. Si Alwi ternyata
selain beli buku-buku dalam kesempatan itu ia juga bertemu dengan kekasihnya
yang mana ia adalah orang Bogor, satu kota dengn Alwi. Saya dan Saudi kepo.
Kami mengikuti mereka. Mereka ngilang. Ya, cepat sekali mereka berjalan. Kami
pun akhirnya menyerah setelah cukup lama mencari-cari mereka berdua. Kami
akhirnya pulang hampir maghrib. Sekitar pukul 17.40’an waktu itu. Langsung saja
kami menaiki busway. Setelah itu, kami naik kopaja dan berhenti tepat di depan
asrama kami, yaitu asrama putri pondok labu. Dalam perjalanan pulang saat di
kopaja, Alwi mengantuk. Berhubung saya duduk di sampingnya, saya pun berusaha
untuk mengambil hp-nya agar tidak jatuh. Karena posisi Alwi saat itu tepat
dipinggir pintu dan itu rawan untuk jatuh dan hp bisa saja jatuh dan keluar ke
jalan. Alwi bandel. Saya tarik hpnya tidak mau, saat saya bilang untuk
memasukkan hp ke tas atau ke saku, ia tidak mendengarkan. Akhirnya dengan
kantuk yang amat sangat, ia tetap memegang hpnya. Dan benar saja, hp Alwi jatuh
hingga keluar ke jalan raya. Itu mengakibatkan kopaja berhenti sejenak dan
mendadak jalan pun macet gara-gara kelakuan Alwi. Alwi yang masih mengantuk,
langsung bergegas turun dan lari untuk mengambil hpnya yang baru saja terjatuh.
Hp berhasil diselamatkan meski ia terepas dari casingnya. Hp aman, namun casing
rusak ringan. Ternyata hp yang jatuh itu bukan miliknya melainkan punya
Adiansyah.
Komentar
Posting Komentar