Seorang Ketua

 Terpilihnya sebagai seorang ketua
Tanggal 16 Oktober 2016 itu adalah hari minggu, hari dimana saya terpilih menjadi seorang ketua KOPRI (Korp PMII Putri) STFI Sadra. Sebenarnya saya bukan tipe orang yang menggebu dalam hal kepemimpinan. Karena saya tahu betul  bahwa untuk menjadi seorang pemimpin sama sekali tak mudah.


Sepulang dari Joglo (tempat berkumpul dan pemilihan), ada yang mengatakan kepada saya bahwa menjadi pemimpin itu enak, tinggal nyuruh dan menunjuk bawahan untuk berlaku demikian, ini dan itu. Namun bukan seperti itu yang ada dalam otak saya. Yang saya pikirkan adalah tentang diri saya sendiri. Apa saya layak disebut sebagai pemimpin? Apa saya mampu mengemban amanah ini? Apa saya benar dengan keputusan ini? saya tahu konsekuensi saat rela “dicalonkan” menjadi salah satu kandidat ketua, bukan karena apa-apa melainkan lebih kepada rasa tanggungjawab yang ada pada diri bahwa jika bukan kami yang meneruskan kepengurusan ini, maka siapa lagi. Tanpa berharap lebih jauh untuk menjadi atau tidak, yang pasti saya hanya ingin mengabdi. Bertanggung jawab terhadap hal yang telah saya pilih. Karena terkadang, mempertahankan jauh lebih berat dibanding memilih. Sangat bisa bagi saya untuk menolak dicalonkan, namun apakah lalu hati nurani saya menerima? Oh tidak. Jelas tidak. Karena saya sudah memutuskan untuk menjadi bagian dari suatu kumpulan, maka apa yang terjadi di dalam kumpulan, itu pula yang terjadi pada saya.
Dari jumlah suara 43, saya menang dengan mengantongi 31 suara. Dan Selvi, kawan sekaligus kandidat selain saya, dia memperoleh 12 suara. Saya kaget bukan kepalang, karena sedari awal saya tak menggebu untuk terpilih menjadi seorang ketua. Setidaknya saya mempunyai visi. Visi saya adalah menjadikan Kopri cantik lahir bathin. Simpel bukan? ya saya kira itu adalah visi tersimpel yang pernah anda dengar atau bagaimana, namun dibalik itu semua mempunyai makna yang cukup dalam bagi yang telah mampu ‘mengikat makna’.
Kopri, Kopri adalah suatu badan semi otonom yang ada pada tubuh PMII. Dia memiliki nilai-nilai yang sama dalam hal pergerakkan dan arah, namun objek yang menjadi bahan kajian di sini (kopri) lebih dikhususkan bagi kaum hawa. Bukan karena kaum hawa ingin diistemawakan dan sebagainya, melainkan memang para hawa ini butuh ruang khusus yang perlu diketahui sesama mereka. Melihat ke latarbelakang berdrinya kopri, saya akan menilik bacaan saya tadi malam mengenai kopri ini. Secara historis hadirnya KOPRI memang tidak berbarengan dengan lahirnya PMII. Pada masa cikal bakal munculnya gerakan ini pertama diawali pada Kongres III PMII pada tanggal 7 – 11 Februari 1967 di Malang Jawa Timur dalam bentuk Departemen Keputrian dan lahir bersamaan dengan Mukernas II PMII di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 25 September 1967. Namun pada masa ini divisi keputrian hanya bergerak dalam ruang domestik perempuan yakni terkait dengan keterampilan perempuan.
Lahirnya KOPRI berawal dari keinginan perempuan untuk memiliki ruang sendiri dalam beraktifitas, sehingga dengan ini perempuan dapat mengeluarkan pendapat atau apapun. Secara historis KOPRI lahir sebagai KOPRI pada 25 November 1967 di Semarang. Keberadaan KOPRI tidak lain adalah untuk mengorganisir kekuatan perempuan PMII untuk bisa menopang organisasi yang menanunginya.[1]
Hubungan organisatoris antara KOPRI dan PMII secara struktural adalah semi otonom, ia merupakan bagian integral dari PMII. Dikatakan semi otonom karena dalam hal nilai yang diperjuangkan sejalan dengan apa yang ada di PMII, akan tetapi di wilayah isu atau objek, KOPRI memiliki fokus pada perempuan KOPRI dan perempuan dalam masyarakat.
Dari catatan saya di atas berarti benar adanya dengan yang tertulis pada gambaran umum tentang Kopri.
Intinya, saya merasa sangat perlu untuk belajar lebih banyak lagi, lebih serius dan lebih giat dalam apa yang akan saya lakukan. Selain banyak membaca buku, saya juga harus mampu memposisikan diri sebagaimana layaknya seorang ketua yang mampu menaungi anak buah dibawahnya. Mampu menjadi penengah saat terjadi ketidakseimbangan dalam kumpulan. Mampu menjadi pencetus ide sekaligus penggerak dan mampu memahami apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh para anggota. Saya harus terus belajar mengasah diri, lebih tepatnya memantaskan diri sebagai seorang ketua. Semoga dengan hal ini, bukan beratnya tugas yang saya emban ke depan yang terus bergelayut dikepala, melainkan lebih ke bagaimana ke depan saya dapat menyikapi segala hal yang terjadi dengan lebih bijak sebagaimana para pemimpin bersikap. Dan semoga dengan ini salah satunya, saya bisa terus menyempurna sebagai wanita maupun sebagai hamba yang pada hakikatnya terus menuju kesempurnaan sang Maha sempurna.
#PMIISTFISADRA
#KOPRIPMIISTFISADRA
#TanganTerkepalDanMajuKeMuka
#Lawan_lawan_lawan! J




[1] Modul Kaderisasi, KOPRI Pengurus Besar 

Komentar

Postingan Populer