21 Oktober 2016 di atas ranjang tercinta.
-Efek Bedah Buku “Flow Diera Sosmed”-

Siang tadi, tepatnya mulai pukul 13.00 kami mengikuti seminar sekaligus bedah  buku yang narasumbernya tidak lain adalah dosen kami sendiri selama belajar bahasa Indonesia di STFI Sadra, Pak Hernowo.
Ia mengatakan, 
menulislah. Menulis saja dimanapun dan kapanpun kalian ingin menulis. Saya tergugah akan kata-kata beliau, beliau berkata jangan bingung terhadap apa yang ingin kalian tulis.
Saat alarm berbunyi (waktu menulis dimulai) maka tulis saja, begitu mulai, maka anda hanya perlu menggerakkan tangan anda. Jangan berpikir, mengetik sajalah... Abaikan tata bahasa, ejaan, dan tanda baca, yang terpenting adalah jari anda tetap menulis dengan bebas. Bebaskan diri anda dari segala peraturan. Tidak usah menengok apa yang sudah ditulis, terulsah mengetik hingga alarm berikutnya berbunyi. Abaikan hasilnya, nikmati dan rasakan prosesnya.
Miliki waktu untuk menulis, miliki waktu untuk banyak membaca buku yang berkualitas. Karena meski saat ini anda belum mengerti tentang suatu bacaan yang anda baca, suatu saat anda akan mengerti dengan semua hal yang telah anda baca. Saat pengetahuan bertambah, maka hasil bacaan-bacaan terdahulu akan dengan sendirinya bermunculan dan akhirnya dapat tersampaikan maksud isi tulisan yang pernah kita baca tempo dulu itu.
Oleh karenanya, jangan ada alasan apapun untuk berhenti menulis. Dengan menulis, maka akan menghasilkan suatu karya. Peradaban akan muncul jika terdapat karya di dalamnya.
Kita semestinya berkaca dari negara-negara maju saat ini, seperti Iran dan Jepang. Iran warganya telah terbiasa untuk tidak lepas dari catatan atau buku. Begitu pula dengan negara Jepang, mereka maju karena selain disiplin, warganya telah terbiasa dengan mencatat segala hal baik yang mereka temui, mereka lalui maupun yang mereka rasakan. Kuncinya adalah konsisten.
Siapa yang akan menjamin jika bukan berawal dari diri sendiri. Menulis itu menyembuhkan, begitulah kira-kira salah satu kata-kata yang saya ingat yang disampaikan oleh dosen saya ini dalam seminarnya tadi siang.
Yang saya ingat lagi adalah tentang motivasi. Sebenarnya tiada motivasi yang lebih besar melainkan itu datang dari dalam diri sendiri. Ada kemauan untuk berubah. Melatih diri dan disiplin dalam menjalankannya. Ini tak melulu soal menulis, sebenarnya kesdisiplinan adalah hal mutlak yang mesti dilalui oleh orang-orang sukses. Selain menulis dapat memperoleh honor jika tulisan kita diterbitkan oleh suatu majalah ataupun media, dengan menulis kita dapat membuang sampah-sampah penyumbat pikiran yang mengganggu. Tulis saja apa yang kita rasa, entah itu marah, kecewa, sedih atau bahkan bahagia. Semua itu akan menolong kita dalam menghela nafas lebih lega dan memberikan efek yang baik bagi diri kita khususnya. Menulis itu menyembuhkan, mengurangi tekanan. Dampak dari semua itu adalah kita menjadi lebih sehat dan mampu ber-positive thinking.
Yang kembali saya ingat adalah pesan beliau yang diutarakan oleh Dr.Khalid Al-Walid selaku dosen sekaligus pembanding pada hari itu mengatakan bahwa jika setiap orang menuliskan pengalaman hidupnya, maka akan didapatkan sebuah buku dengan beragam kisah yang luar biasa. Sontak kata-kata itu menyulutkan kembali api semangat saya dalam menulis setelah sekian lama padam. Terlebih saya ini termasuk orang intuiting yang mana intuiting kelebihannya adalah dalam bentuk kata-kata.
Jadikan menulis sebagai kebutuhan.
Dr.Humaedi selaku moderator pada hari itu menyimpulkan bahwa menulislah dan dobrak atau jebol segala hal yang mengalangi ide kreativitas kita muncul dengan cara menjebol RESLETING. Apa maksudnya? Ya itu adalah sebuah kependekan dari Reading, Speaking, Listening dan Writing.
Saya berharap akan terus menulis, tanpa alasan apapun lagi untuk menundanya.
Dan semoga semangat ini terus menyala seperti ketika saya mendengar motivasi semangat seperti tadi. Semoga dan selalu berusaha. Sekian


Komentar

Postingan Populer