Pemimpin Ideal
Pemimpin
Ideal Untuk Daerah
Pemimpin?
Siapa itu pemimpin?
Seorang
petinggi Negara yang disebut Presiden?, Ataukah Gubernur?, Bupati?, Atau bahkan
seorang kepala rumah tangga?. Terlepas dari apa dan siapa yang disebut sebagai
pemimpin, pemimpin tidak bisa berlepas dari hal yang disebut kekuasaan.
Seperti umum masyarakat ketahui, pada abad 19 telah didengungkan bahwa
kapitalisme pernah mendapat perlawanan sengit atau bahkan hampir padam oleh gerakan
Karl Marx yang berbunyi, “membangunkan kesadaran diri kelas pekerja dari
keterasingan”, tidak serta merta sistem kapitalisme ini punah hingga ke akarnya
di abad ini. Semua itu dapat kita saksikan dengan mata telanjang, dengan banyaknya kaum proletar yang harus hidup menjamur, mengiba dan
meringis di daerah pinggiran dan kumuh, bersama tikus-tikus got dan anjing
kudisan. Semua ini terjadi karena para borjuis “penguasa/pemilik modal”
yang sangat individualis. Ya, manusia berhak untuk memburu kepuasan individu
bahkan saling membunuh demi pencukupan kebutuhan atas nama kebebasan pribadi
dalam bingkai tuntutan modal dan investasi. Parahnya, label borjuis kini bukan
lagi melekat erat dengan capitalism melainkan mereka yang memiliki
atribut seorang “pemimpin” kini bertingkah demikian. Dengan amanat yang
seharusnya diemban dan dilaksanakan, justru disalahgunakan hanya untuk memenuhi
keinginan pribadi yang tak bertepi.
Kini saatnya
kita berbenah diri. Tak usah menyuruh orang lain, tidak perlu sesuatu yang
besar dan tidak lagi untuk menunda. Ideal seorang pemimpin tentu berbeda-beda, namun dapat kita tarik benang merah dari semua
harapan yang diharapkan oleh rakyat. Tak usah terlalu sibuk mencari sosok sempurna
seperti Nabi Muhammad yang terjaga dari dosa dan kesalahan, atau seperti Bunda
Theresa yang selalu menolong sesama tanpa pamrih atau bahkan seperti Hugo
Chavez yang disebut manusia modern setengah nabi (semi-profetik) dari Venezuela
yang melakukan apapun demi rakyatnya.
Sebagai mahasiswi, tentu saya tidak ingin terus menerus melihat bangsa
sendiri tersayat-sayat oleh pisau modernisasi kapitalis yang tengah
menggerogoti negeri ini. Untuk menghindari subjektifitas dalam memandang
seorang pemimpin ideal, oleh karena itu saya mewawancarai beberapa teman saya
sesama mahasiswi terkait pandangan mereka tentang pemimpin ideal.
Salah seorang teman saya yang berasal dari Bogor, Windi berkata : “pemimpin
adalah mereka yang bisa merangkul masyarakat dalam arti bisa bersikap menjadi
penengah bagi yang ada di bawahnya, bisa dijadikan sandaran pengikutnya. Punya
inovasi-inovasi ide agar masyarakat ikutserta dalam kesejahteraan suatu daerah.”
Dan ini adalah pendapat dari teman saya yang berasal dari ujung timur
Nusantara, yaitu Ambon. Boki mengatakan : “pemimpin itu harus apa adanya (tidak
manis di depan dan ingkar setelah dipilih), bisa mengerti masyarakat, memimpin
dengan baik, selalu mengutamakan kepentingan masyarakatnya daripada kepentingan
lainnya.”
Dari beberapa pendapat tersebut, saya dapat tarik kesimpulan bahwa
masyarakat mengharapkan pemimpin yang jujur, tulus dan ikhlas melayani
masyarakat, serta mampu memenuhi segala yang dicitakan rakyatnya. Memiliki ide
jenius dan berani berontak terhadap segala sesuatu yang mengancam kesejahteraan
daerahnya, memprioritaskan kaum proletar agar hidup sejahtera, memperjuangkan
hak anak-anak agar semua bisa bersekolah hingga tingkat perguruan tinggi bebas
biaya, dan mampu memperbaiki keadaan ekonomi, politik, kesehatan dan segala
aspek yang ada ditataran kehidupan. Tidak perlu lagi memandang ras, suku atau keyakinan. Semua
sama, asal ia mau dan mampu berjuang untuk kepentingan rakyat di atas
kepentingan dirinya. Dalam hal apapun itu.
Karena Indonesia adalah negara demokrasi, untuk
pemimpin sendiri mereka biasanya terpilih dari suara mayoritas rakyat. Yang
mana di sini biasanya masyarakat tertipu oleh aksi tipu-tipu para tikus berdasi
yang menyihir diri bak seorang malaikat di tengah masyarakat yang dahaga akan keadilan dan kesejahteraan.
Saat pilkada berlangsung, masyarakat awam mudah sekali terjebak dalam rayuan manisnya lidah-lidah pengobral janji. Ini tentu merupakan salah
satu masalah yang dihadapi oleh masyarakat kita. Sebelum memilih pemimpin,
seharusnya kita ubah paradigma yang ada menjadi suatu paradigma baru yang benar. Bukan suatu yang
mustahil dan tidak ada kata terlambat untuk belajar, terlebih ini semua
menyangkut kemaslahatan umat. Dalam memilih seorang pemimpin, kita haruslah
sadar dengan fokus visi misi kandidat dan yang paling penting adalah keseharian
mereka dalam ranah politik maupun sebagai rakyat biasa.
Namun tulisan ini bukan dititikberatkan untuk mengubah paradigma masyarakat
dalam menyikapi dan memilih para pemimpin, melainkan seperti hal yang sudah
saya jelaskan di atas. Kami sebagai rakyat menginginkan pemimpin yang mampu
memimpin dengan sebaik-baiknya. Mampu memahami rakyat dan dapat mewujudkan
cita-cita rakyat dengan segenap jiwa raganya lebih dari apapun untuk menuju
hidup yang lebih sejahtera. Sekian dan semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar