Takhrij Hadis
Ulumul Hadist’s Assignment
(TAKHRIJ HADIST)
Oleh:
Alfiyah
Prodi: Ilmu
Al-Qur’an dan Tafsir
Angkatan: 2014
Al-Qur’an merupakan sumber tasyri’
dan hukum yang menuntut kaum muslim untuk mengetahui, mendalami dan
mengamalkan segala isi yang ada di dalamnya. Di dalam Al-Qur’an terdapat
penjelasan tentang halal-haram, perintah dan larangan, etika dan akhlak dan
tentu masih banyak yang lainnya, yang kesemuanya itu harus dipedomani oleh
mereka yang mengaku menjadikan Al-Qur’an sebagai Kitab Sucinya. Keharusan itu
dapat dipahami, karena memegang-teguh ajaran Al-Qur’an merupakan sumber
kebahagiaan, petunjuk dan kemenangan di sisi Tuhan berupa surga yang penuh
kenikmatan abadi kelak di akhirat.
Berbicara Al-Qur’an, tak lepas dari berbicara hadist. Yang mana ia
merupakan sumber utama kedua umat muslim setelah Al-Qur’an. Seperti yang telah
diketahui, hadist mempunyai beberapa fungsi terhadap Al-Qur’an, di antaranya
adalah sebagai Bayan At-Taqrir yang berarti menetapkan dan memperkuat apa yang
telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Ia juga berfungsi sebagai Bayan At-Tafsiri
yaitu untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang
bersifat global. Sebagai Bayan At-Tasyri yakni guna mewujudkan suatu hukum atau
yang tidak didapati dalam Al-Qur’an dan juga sebagai Bayan An-Nasakh yaitu
dapat menghapus ketentuan dan kandungan Al-Qur’an. Melihat fungsi hadist yang
sangat penting ini, menunjukkan bahwa dalam mengetahui kualitas suatu hadist,
kita tidak boleh asal-asalan atau sekedar mengekor saja. Terlebih kami adalah pelajar
yang dilatih agar berpikir kritis dalam memahami sesuatu. Oleh karenanya, untuk
mengetahui kualitas hadist, kami, khususnya saya coba mentakhrij salah satu
hadist yang cukup populer dikalangan umum akademisi.
Sebelum memasuki langkah-langkah takhrij hadist, saya akan sedikit
memaparkan pengertian takhrij.
Secara etimologis atau bahasa takhrij berarti penyatuan dua hal
yang saling bertentangan. Selain itu takhrij juga bisa memilki arti yang sama
dengan Al-Istinbath (mengeluarkan), Al- Tadrib (meneliti), dan taujih
(menerangkan).[1]
Sedangkan secara terminology menurut para Ahli ilmu Hadist:
·
Menurut Thahhan dimana
pendapat ini saya kutip berdasarkan yang terdapat di dalam buku SuperSalat
karya Bapak
Babul Ulum kurang lebih demikian:
الدلالةعلي موضع الحديث في مصادره الاصلية التي أخرجتة بسنده ثم بيان
مر تبته عند الحاجة
“Menunjukan letak hadist pada
sumber aslinya, yang diriwayatkan dengan menyebutkan sanadnya, kemudian
dijelaskan kualitasnya ketika diperlukan”.[2]
Adapun takhrij memiliki kegunaan
antara lain:
a.
Untuk mengetahui keadaan hadist sebagaimana yang
dikehendaki atau yang ingin dicapai pada tujuan pokok di atas.
b.
Dapat mengetahui keadaan sanad hadis dan silsilahnya
berapa pun banyaknya, baik sanad-sanadnya itu bersambung maupun tidak.
c.
Dapat meningkatkan suatu hadist dari dhaif, karena
ditemukan syahid atau muttabi’.
d.
Dapat mengetahui pandangan ulama terhadap kesahihan suatu
hadist.
e.
Dapat membedakan mana perawi yang ditinggalkan dan yang
dipakai.
f.
Dapat menetapkan suatu hadist yang dipandang mubham
menjadi tidak mubham, karena ditemukannya beberapa jalur sanad, atau
sebaliknya.
g.
Dapat memastikan identitas para perawi, baik berkait
dengan kunyah (panggilan), laqab (gelar), nasab (keturunan), dengan nama yang
jelas.[3]
Langkah-langkah takhrij:
Secara umum, langkah takhrij ini terbagi ke dalam 3 langkah yang
masing-masing ketiganya akan saya paparkan di bawah ini:
1)
Takhrij naql yaitu penelusuran, penukilan dari sumber aslinya,
sampai kita tahu bahwa hadis tsb lengkap antara perawi dan sanadnya.
Menurut Mahmud
Thahhan
ada 5 metode pada langkah awal ini. : 1. Mengetahui rawi-rawi didalam hadis itu,
yakni sahabat-sahabat yang akan kita takhrij, metode itu digunakan jika memang
ada nama sahabat dalam hadisnya. Menurut
Mahmud Thohan kita bisa menggunakan tiga sumber referensi diantaranya masnaaid,
kutubul atraf . 2. Mengetahui
lafal awal dalam matan hadis, menurut Mahmud Thahhan (
kitab ), 3. Mengetahui
kalimat-kalimat yang mana kalimat tsb kurang masyhur , 4. Mengetahui
tema didalam hadis , 5. Mengetahui
kondisi hadis ( kondisi atau sifat matan dan sanad).
2)
Takhrij tashih yaitu lanjutan dari kelima metode diatas yaitu menganalisis
keshahihan hadis dengan mengkaji rawi, sanad dan matan berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku. Kitab yang digunakan dalam takhrij
ini adalah rijalul hadis, jarh wa ta’dil,
ma’aanul hadis, dst.
3)
Metode i’tibar, lanjutan dari langkah kedua yaitu mendapatkan
informasi dan petunjuk dari literatur . Metode ini lebih kepada apakah benar
ini merupakan hadis karena dalam metode ini juga sangat diperhatikan
unsur-unsur hadis secara keseluruhan, diantaranya : asbaabul wurud, makna,
rawi, dll.
Saya ingat betul perkataan dosen ulumul hadist saya, yang tak lain
adalah Ustad Babul Ulum bahwasannya untuk kami, para pemula dalam mempelajari
ilmu hadist, alangkah lebih baik jika hendak mentakhrij hadist kami langsung
masuk kepada metode naql bagian poin ke tiga, yakni mengetahui kalimat-kalimat
yang kurang masyhur di tengah masyarakat. Dan dari hadist yang disediakan
beliau, saya akan mencoba mentakhrij hadist yang ke 3.
Setelah saya cari, saya dapatkan hadist ini dalam Musnad Ibnu
Hanbal jilid 8 halaman 160 dengan nomor hadist 11935 dengan bunyi seperti ini:
حدثننا محمدبن فضيل عن المختاربن فلفل قال : سمعت انس بن مالك يقول :
اغفى النبي اغفاءة فرفع راسه متبسما اما قال لهم واماقالوا له : لم ضحكت ؟ فقال
رسول الله :(( انه انزلت علي انفاسورة)) فقرابسم الله الرحمن الرحيم (انااعطينك
الكوثر) حتى ختمها قال : (( هل تدرون ماالكوثر ؟ )) قالوا : الله ورسوله اعلم .
قال : (( هو نهراعطانه ربي )) في الجنة عليه خيركثيرترد عليه امتي يوم القيامة
انيته عددالكواكب يختلج العبدمنهم فاقول : يارب انه من امتي فيقال لي : (( انك لا
تدري ما احدثوا بعدك
“Mukhtar bin Fulful mengatakan dari Muhammad bin Fudhail dia
menceritakan kepada kita dia berkata: Saya mendengar Annas bin Malik berkata:
Suatu hari Nabi Muhammad tidur sejenak setelah itu beliau bangun sembari
tersenyum dan berkata kepada kaumnya dan Nabi berkata kepada mereka atau mereka
yang berkata kepada Nabi: Kenapa engkau tertawa? Nabi menjawab: Sesungguhnya
baru saja diturunkan satu surat maka beliau membacakannya الكوثر انااعطينك
(sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu telaga kausar) beliau sampai
selesai membaca surat itu kemudian beliau berkata: Apakah kalian tahu telaga
kausar itu? Kaum menjawab: Allah dan Rasulnya lebih tahu, kemudian beliau
berkata: yaitu sungai yang Allah berikan kepadaku di surga nanti, di sana ada
banyak umatku, atapnya berupa bintang-bintang. Sebagian dari mereka ada yang
gemetar di dalamnya, maka saya berkata: Sesungguhnya dia adalah umatku maka
dikatakan kepadaku sungguh kau tidak mengerti apa yang telah mereka perbuat
setelahmu”.
Saya ambil kata حدث dari kitab Mu’jam Mufahrosy halaman 424 dan
langkah ini merupakan langkah pertama dari 3 langkah yang sudah saya jelaskan
di atas.
Dan selanjutnya adalah langkah kedua yaitu takhrij tashih. Dalam
bukunya Dr Babul Ulum, penulis menemukan tiga hal yang mesti ditashih, yakni tashih
sanad (kualitasnya), sanad (muttashil atau munqothi) dan dari segi matannya.
Keadaan sanad-sanad yang ada dalam hadist tersebut akan saya
sedikit jelaskan dengan berdasarkan referensi kitab Mu’jam Mufahrasy yang ada
di perpustakaan STFI Sadra.
1.
Anas Bin Malik
Anas Bin Malik ia adalah seorang Pembantu
Rasul, dia membantu Rasul selama 10 tahun, wafat pada 92/93 H, terkenal tsiqoh.[4]
Guru beliau di antaranya adalah Nabi Muhammad
SAW, Abi Bakr, ‘Umar, ‘Usman, Abdullah bin Ruwahah, Abi Dzar, Abi Bin Ka’ab,
Abi Thalhah, Mu’adz Bin Jabal. Murid-murid beliau adalah Hasan, Sulaiman
at-taimi, Abu Qilabah, Abdul aziz Bin Shuhaib, Ishaq Bin Abi Thalhah, Qotadah,
Muhammad Bin Sairin, Ibrahim Bin Maesaroh, Abu Amamah Bin Sahl Bin Hanif.[5]
2.
Mukhtar Bin Fulful
Mukhtar adalah seorang budak. Ia adalah budak
‘Amru Bin Huraits, terpercaya atau jujur.[6]
Guru-guru Mukhtar di antaranya adalah Anas,
Ibrahim at-taimi, Umar Bin Abdul Aziz, Hasan Bisri. Murid-murid beliau adalah
Zaidah, Tsauri, Manshur bin Abi Aswad, Abdullah bin Idris, Jarir, Muhammad Bin
Fudhail, dan yang lainnya. Banyak yang mengatakan sesuai dengan Kitab Tahdhib
at-tahdhib ia adalah orang yang tsiqoh. Bahkan Abdullah Bin Ahmad berkata
berdasarkan keterangan ayah Mukhtar bahwa Mukhtar tak dapatbu Hatim pun
menyebutnya sebagai Syaikh dari Kufah.[7]
3.
Muhammad Bin Fudhail
Menurut Al-‘Ajali ia adalah orang Kufah, Syiah
dan dikenal dengan sebutan bapaknya orang-orang tsiqoh. Menurut Ibnu Hambal
Muhammad Bin Fudahil ini adalah orang yang tsiqoh, terpercaya, banyak hadist
yang ia riwayatkan dan seorang syiah. Sedangkan menurut An-Nasa’i lumayan.
Tentang wafat beliau, ini terdapat sedikit perbedaan, menurut Bukhari, ia wafat
pada 195 Hijriyah sedangkan menurut Ibnu Sa’ad dan Abu Dawud ia wafat pada 94
H. Guru-guru beliau di antaranya adalah ayahnya, Ismail Bin Abi Kholid, Mukhtar
Bin Fulful, Abi Ishaq Asy-syaibani, Abi Malik al-Asyja’i, Hisyam Bin ‘Urwah,
Yahya Bin Sa’id, Abi Hayan at-Taimi dan lain-lain. Murid beliau di antaranya
adalah Ahmad Ibnu Hambal, Ishaq Bin Rohawiyah, Ahmad Bin Isykab as-shofarAhmad
Ibnu Umar al-Waki’, Qutaibah, abu Khoisamah, ‘Abdullah Bin Umar Bin Aban, Abdullah
Bin Amir, Abu Bakar. Menurut Abu hatim ia adalah seorang Syaikh.[8]
4.
Ahmad Ibnu Hambal
Hafiz, hujjah. Julukan beliau adalah Abu
Abdillah. Terkenal tsiqoh seperti banyak ulama berkata tentangnya demikian
begitu pula yang dikatakan oleh ‘Ajali salah satu dari mereka.
Ahmad Ibnu Hambal lahir di Baghdad, seorang
pencari ilmu. Menurut Sholih, ia lahir pada tahun 164 H. Abu ‘Ashim berkata
bahwa Ahmad ini adalah seorang Fuqoha yang baik. Bahkan Yahya bin Adam
mengatakan Ahmad adalah Imam mereka. Begitupun dengan Abu Tsur, mengakui Ahmad
sebagai seorang Imam dan Guru bagi mereka. Qutaibah mengatakan bahwasannya
Ahmad adalah seorang Imam dunia. Abbas ‘Anbari pun mengatakan ia adalah seorang
yang bisa dijadikan hujjah. Begitu pun dengan Ibnu Al-Madini berkata bahwa
tidak ada sahabat-sahabatnya yang lebih terjaga daripada Imam Ahmad. Abu Zur’ah
pun mengatakan bahwa Imam Ahmad hafal ribuan hadist.
Abbas Ad-Dauri, Mathoini, Fadli Ibnu Ziyad dan
lainnya mengatakan bahwa Imam Ahmad wafat pada hari Jumat tahun 241 H.[9]
Dari keterangan di atas dapat dikatakan
sebagai berikut:
1. Tashih Rawi: dilihat dari para perawi didapati
bahwa seluruh perawi yang meriwayatkan hadist di atas adalah tsiqoh. Oleh
karenanya, dapat dikatakan bahwa hadis ini adalah Shohih.
2. Tashih Sanad: sudah jelas hadis yang berada
pada Musnad Ibnu Hambal dengan nomor hadis 11935 ini seluruh sanad yang telah
berhasil diteliti oleh saya selaku peneliti adalah muttashil dan tsiqoh. Maka
tak dapat disangsikan, hadis yang bersangkutan dapat dinyatakan Shohih.
3. Tashih Matan,
dalam bukunya Dr Babul Ulum, ada lima kriteria untuk menentukan kesahihan matan[10], yaitu:
a.
Idraj> adanya sisipan
kata dalam matan hadits. Dimana ini merupakan catatan bahwa secara lafadz
keseluruhan, hadits ini bukan dari Nabi SAW, namun yang
dari Nabi Muhammad hanya secara makna saja.
b.
Idhtirob> Perbedaan
periwayatan dalam jumlah banyak melalui rawi
yang sederajat.
c.
Qolb> Adanya
keterbalikan matan pada satu matan dan matan lain.
d.
Tashhif> kesalahan
pengucapan, yang ini menimbulkan berbedanya matan satu dengan lainnya, yang
hanya disebabkan kesalahan memberi titik. Namun tidak begitu dipermasalahkan, sebab tidak mengubah tulisan.
e.
Ziyadah Tsiqoh> Periwayatannya
oleh dua rawi atau lebih dari masing-masing gurunya.
Langkah selanjutnya adalah I’tibar. Dari poin
a-e, hadis tentang mimpi Nabi melihat seorang gemetar di Telaga Kausar itu
seluruhnya tak ada yang melenceng dari ketentuan yang telah ditentukan dan
sekali lagi saya menilai hadis ini adalah Shohih.
Demikianlah hasil penelitian perdana saya
dalam mentakhrij hadis, tentang sebenarnya hadis di atas adalah shohih ataupun
dhoif, itu semua hanya Allah yang tahu. Kami selaku mahasiswa hanya berijtihad
berdasarkan apa yang telah kami pelajari di sini. Sekian.
Wallahu A’lam Bi-Ashawaab.
[1] M. Babul
Ulum, SUPERSALAT. (Jakarta: Penerbit Citra) hal.56
[2] M. Babul
Ulum, SUPERSALAT. (Jakarta: Penerbit Citra) hal.57
[3] Ibid,
hal.58
[4] Taqrib at-tahdhib
hal.60
[5] Tahdhib
at-tahdhib hal.390-392 jilid I
[6] Taqrib
at-tahdhib hal.573
[7] Tahdhib
at-tahdhib hal.82-83 jilid VIII
[8] Tahdhib
at-Tahdhib hal.380 jilid VII
[9] Tahdhib
at-Tahdhib hal.98-99 jilid I
[10] Babul
Ulum, Super Salat, Fikih 5 Salat
Fardu dalam 3 Waktu. hal. 210
Komentar
Posting Komentar